Sabtu, 09 Februari 2013

Petani Jagung PROTES atas masuknya jagung impor

Add caption


AYO KITA 

STOP IMPOR
 KOMODITI PANGAN

MEDAN - Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia (Hipajagin) Sumatera Utara Jemaat Sebayang mendatangi Gedung Kantor DPRD Sumatera Utara di Jalan Imam Bonjol Medan. Uniknya, dia mengayuh sepeda Chinanya sepanjang 50 kilometer (km). Kedatangan Jemaat ke Gedung DPRD Sumut ini untuk meminta para wakil rakyat Sumut ikut andil dalam mengatasi persoalan yang selama ini telah memojokkan petani. Menurut Jemaat, petani jagung selama ini mengalami ironi yang seolah tak memiliki jalan keluar.

Kurang berpihaknya pemerintah pada petani jagung selama ini, diakuinya telah membuat banyak petani jagung di sejumlah daerah di Sumut beralih fungsi menjadi tanaman keras yang kurang menguntungkan. Belum lagi keberadaan jagung impor yang seolah dibiarkan pemerintah sehingga harga jual jagung petani tertekan ke titik terendah.

"Saya ingin menjumpai wakil rakyat. Saya memaksakan diri untuk turun gunung agar para wakil rakyat ini sadar kalau kami petani jagung sudah benar-benar terhimpit. Saya rasa kami sudah cukup letih berteriak. Tapi seolah terus dibiarkan," jelasnya Kamis (7/2/2013).

"Biar wakil rakyat ini tahu, jika Sumatera Utara ini salah satu penghasil jagung terbesar di Indonesia. Tapi nyatanya kami belum kunjung sejahtera, dan terus terpojok dengan kebijakan pemerintah yang membiarkan impor jagung. Alasannya selalu karena produksi yang tidak berkelanjutan," tambahnya.

Jemaat menyebut, saat ini, produksi jagungnya 1,2 juta ton per tahun dengan kebutuhan 1,5 juta ton jagung per tahun. Menanggapi kekurangan ini, pihaknya sudah minta agar lahan tidur yang ada diserahkan pada petani agar target produksi dapat diraih.

"Namun yang kami dapat justru kedatangan jagung impor. Kami mau mengintensifkan pertanian, pupuk malah langka akibat mafia pupuk yang terlihat sangat jelas tapi seolah dibiarkan pemerintah. Jadi serba salah," tambahnya.

Jemaat mengaku, secara kualitas, jagung lokal tak kalah saing dengan jagung impor. Namun, pengusaha pakan ternak dan pengusaha pengguna produk jagung lainnya enggan membeli produk jagung lokal karena harga yang lebih tinggi.

"Jagung kita lebih bagus dari jagung impor tapi untuk menekan biaya produksi pengusaha lebih memilih jagung impor karena lebih murah. Pemerintah juga tidak berusaha untuk membatasi impor jagung ini. Mahalnya harga jagung lokal ini sebenarnya bisa diatasi kalau pemerintah  mau turun tangan secara sungguh-sungguh untuk menekan biaya logistik dengan membangun infrastruktur dan menjamin pupuk," cetusnya.

Namun sangat disayangkan, aksi turun Gunung Jemaat ini justru menghasilkan kekecewaan. Jemaat yang telah bersepeda seharian, tidak ditanggapi satu unsur pimpinan dewan maupun anggota komisi B DPRD Sumut. Jemaat pun akhirnya pulang dengan tangan kosong. (sumber :  economy.okezone.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar dan informasi tambahan dari pembaca.
Salam kami : bns_indonesia