JAKARTA. Harga jagung terus menjulang. Pasokan produsen dunia seperti Brasil dan Argentina menipis, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Dampaknya, tak cuma naik di pasar internasional, harga jagung dalam negeri juga ikut terkerek. Kondisi ini terjadi sejak awal tahun hingga saat ini.
Desianto Budi Utomo, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GMPT) menuturkan, kenaikan harga karena suplai jagung berkurang, sedang permintaan cukup besar.
Di tingkat lokal, harga jagung di wilayah DKI Jakarta tembus Rp 3.500 sampai Rp 3.600 per kilogram (kg). Padahal, periode sama tahun lalu, harga jagung di Rp 3.200 hingga Rp 3.300 per kg. "Sampai akhir tahun, harga jagung bisa naik sampai Rp 3.800 per kg," kata Desianto kepada KONTAN, Senin (2/7).
Ada beberapa faktor penyebab kenaikan harga jagung. Pertama adalah produksi jagung berkurang di beberapa wilayah di Indonesia seperti Lampung, Medan, Sumatera Utara, Makasar dan Jawa Timur. Kedua permintaan tinggi, terutama untuk industri pakan ternak. Ketiga adalah persoalan infrastruktur.
Berharap jagung impor sulit lantaran pasokan jagung dari beberapa wilayah di dunia juga berkurang. "Di Argentina dan Brasil, panennya hanya cukup untuk mencukupi diri sendiri," kata Desianto.
Pada Selasa (2/7), harga jagung berjangka sekitar US$ 5,04 per bushel di Chicago Board of Trade. Berbeda dengan harga jagung lokal, kenaikan harga jagung internasional tidak terlalu tinggi. "Semester pertama naiknya sekitar 5%," kata Desianto.
Namun, berdasarkan laporan dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, panenan jagung akan mengalami kenaikan hingga mencapai 966,95 juta ton atau lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya mencapai 966,52 juta metrik ton.
Meski produksi jagung di negara Paman Sam tersebut surplus, Desianto memprediksi harga jagung di tingkat internasional masih akan naik. Penyebabnya, permintaan dunia terhadap jagung cukup tinggi. Jagung tidak hanya untuk bahan makanan tetapi juga bahan baku energi untuk pembuatan bioethanol.
"Pemerintah AS sedang menggenjot untuk bioethanol," kata Desianto. Ditambah lagi, di India panen jagung lebih cepat. Sehingga tidak ada lagi panen.
sumber : Fitri Nur Arifenie / kontanNews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar dan informasi tambahan dari pembaca.
Salam kami : bns_indonesia