Harga jagung di tingkat pedagang lokal pada beberapa wilayah di Indonesia per tanggal 9 November 2013 :
- Semarang = 3.300
- Kendal = 3.200
- Kudus = 3.150
- Pati = 3.050
- Jepara = 3.200
- Blora = 3.000
- Bojonegoro = 3.000
- Tuban = 3.100
- Gresik = 3.150
- Banyuwangi = 2.950
- Probolinggo = 3.100
- Kediri = 3.200
- Blitar = 3.300
- Surabaya = 3.275
- Ngawi = 3.200
- Magetan = 3.050
- Sragen = 3.100
- Lampung = 3.000
- Bengkulu = 3.000
- Gorontalo = 2.900
- Makasar = 3.100
Sabtu, 09 November 2013
Gunakan Benih Benih Bermutu Untuk Meningkatkan Produksi Jagung
Hal
ini penting karena dalam budidaya jagung tidak dianjurkan melakukan
penyulaman tanaman yang tidak tumbuh dengan menanam ulang benih pada
tempat tanaman yang tidak tumbuh.
Pertumbuhan tanaman sulaman biasanya
tidak normal karena adanya persaingan untuk tumbuh, dan biji yang
terbentuk dalam tongkol tidak penuh akibat penyerbukan tidak sempurna,
sehingga tidak akan mampu meningkatkan hasil.
Benih yang bermutu, jika ditanam akan tumbuh serentak pada saat 4 hari
setelah tanam dalam kondisi normal. Penggunaan benih bermutu akan lebih
menghemat jumlah benih yang ditanam. Populasi tanaman yang dianjurkan
dapat terpenuhi (sekitar 66.600 tanaman/ha).
Sebelum ditanam, hendaknya
diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan metalaksil (umumnya berwarna merah) sebanyak 2 gr (bahan produk) per 1 kg benih yang dicampur dengan 10 ml air. Larutan tersebut dicampur dengan benih
secara merata, sesaat sebelum tanam. Perlakuan benih ini dimaksudkan
untuk mencegah serangan penyakit bulai yang merupakan penyakit utama
pada jagung. Benih jagung yang umumnya dijual dalam kemasan biasanya
sudah diperlakukan dengan metalaksil (warna merah) sehingga tidak perlu
lagi diberi perlakuan benih.
Pengendalian Mutu Jagung
Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas
tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikro organisme
serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Pengeringan jagung dapat
dibedakan menjadi dua
tahapan yaitu:
• Pengeringan dalam bentuk gelondong.
Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan.
• Pengeringan butiran setelah jagung dipipil.
Pemipilan merupakan kegiatan memisahkan biji jagung dari
tongkolnya. Pemipilan dapat dilakukan Corn sheller yang dijalankan dengan motor.
dengan cara tradisional atau
dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung dapat
dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti
kayu, pisau dan lain-lain, sedangkan yang lebih modern menggunakan mesin
pemipil yang disebut
Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun
disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan
akhir.
Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan
penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung
(pabrikan) biasanya menggunakan mesin pengering tipe Batch Dryerdengan kondisi temperatur udara pengering antara 50–60oC dengan kelembaban relatif 40%.
Pengelolaan Panen dan Pasca Panen Jagung
Pemanenan jagung dilakukan pada saat jagung telah berumur sekitar 100
hst tergantung dari jenis varietas yang digunakan. Jagung yang telah
siap panen atau sering disebut masak fisiologis ditandai dengan daun
jagung/klobot telah kering, berwarna kekuning-kuningan, dan ada tanda
hitam di bagian pangkal tempat melekatnya biji pada tongkol. Panen yang
dilakukan sebelum atau setelah lewat masak fisiologis akan berpengaruh
terhadap kualitas kimia biji jagung karena dapat menyebabkan kadar
protein menurun, namun kadar karbohidratnya cenderung meningkat. Setelah
panen dipisahkan antara jagung yang layak jual dengan jagung yang
busuk, muda dan berjamur selanjutnya dilakukan proses pengeringan.
Permasalahan akan timbul bila waktu panen yang berlangsung pada saat curah hujan masih tinggi, sehingga kadar air biji
cukup tinggi, karena penundaan pengeringan akan menyebabkan penurunan
kualitas hasil biji jagung.
Cara pengeringan selain dengan penjemuran
langsung di ladang, juga dapat dilakukan dalam bentuk tongkol terkupas
yang dikeringkan di lantai jemur dengan pemanasan matahari langsung, dan
bila turun hujan ditutupi dengan terpal plastik.
Cara pengeringan jagung demikian memiliki kelemahan karena mudah
ditumbuhi jamur, serangan hama kumbang bubuk, dan kotoran. Selain itu
nilai kadar air biji jagung biasanya masih tinggi ( >17%).
Penundaan panen selama 7 hari setelah masak fisiologis dapat membantu
proses penurunan kadar air dari 33% menjadi 27%. Namun penundaan
pengeringan dengan cara menumpuk tongkol jagung yang telah dipanen di
atas terpal selama 3–5 hari, meskipun mampu menurunkan kadar air akan
tetapi dapat menyebabkan terjadinya serangan cendawan sampai mencapai
56-68%, sedangkan tanpa penundaan pengeringan, serangan cendawan dapat
ditekan menjadi hanya berkisar antara 9-18%. Penyebab lain terjadinya
kerusakan pada biji jagung adalah karena adanya luka pada saat
pemipilan, dan ini terjadi jika saat pemipilan kadar air biji masih
tinggi (>20%).
Biji yang terluka pada kondisi kadar airnya masih tinggi menyebabkan
mudah terinfeksi oleh cendawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemipilan jagung pada kadar air 15-20% dapat menimbulkan infeksi
cendawan maksimal mencapai 5%. Dengan menggunakan alat dan mesin pemipil
pada kadar air biji jagung 35%, infeksi cendawan mencapai 10-15%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar air biji dan
semakin lama disimpan, peluang terinfeksi cendawan akan lebih besar.
Demikian halnya dengan tingkat serangan hama kumbang bubuk.
Cara Penyimpanan Jagung
Umumnya produk hasil pertanian bersifat bulky (segar dan mudah rusak).
Kerusakan hasil pertanian dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Kerusakan tersebut
mengakibatkan penurunan mutu maupun susut berat karena rusak, memar,
cacat dan lain-lain. Kelemahan lain dari hasil pertanian ini adalah
biasanya bersifat musiman, sehingga tidak dapat tersedia sepanjang
tahun.
Biasanya petani menyimpan jagung pipilan dalam
karung goni atau plastik, kemudian disimpan di dalam rumah (di lantai
atau di atas loteng). Penyimpanan cara demikian menyebabkan jagung hanya
dapat bertahan selama kurang lebih 2 bulan karena dapat terserang oleh
hama gudang Dolesses viridis, Sitophillus zeamais, dan Cryptoleptes presillus.
Besarnya kehilangan dan kerusakan jagung setelah pemanenan sampai
penyimpanan berkisar 8,6 - 20,2% yang disebabkan oleh serangan serangga,
jamur, tikus, kondisi awal penyimpanan, cara dan alat penyimpanan serta
factor lingkungan.
Penyimpanan jagung untuk benih harus menggunakan
wadah yang tertutup rapat sehingga kedap udara dan tidak terjadi kontak
dengan udara yang menyebabkan biji jagung menjadi rusak dan menurun daya
tumbuhnya. Penyimpanan jagung untuk benih dapat menggunakan wadah logam
yang dilengkapi dengan absorban/penyerap (biasanya digunakan abu sekam)
yang berguna untuk mengurangi kelembaban di dalam wadah dengan absorban
penyimpanan jagung untuk benih juga dapat dilakukan di dalam wadah
logam yang tutupnya dilapisi dengan parafin, sehingga benar-benar kedap
udara.
Penyimpanan jagung pipilan untuk konsumsi (pangan maupun pakan), dapat
dalam karung yang disusun secara teratur atau dapat pula disimpan dalam
bentuk curah dengan sistem silo. Penyimpanan ini dapat berfungsi sebagai
pengendali harga pada saat harga di pasar jatuh karena kelebihan stok.
Setelah harga jual membaik, barulah jagung yang disimpan dilepas ke
pasaran.
Rabu, 06 November 2013
Pengendalian Hama " PENGGEREK TONGKOL JAGUNG "
Penggerek Tongkol (Helicoverpa armigera Hbn. Noctuidae: Lepidotera.
Imago betina H. armigera meletakkan telur pada pucuk tanaman dan apabila tongkol sudah mulai keluar maka telur diletakkan pada rambut jagung. Imago betina mampu bertelur rata-rata 730 butir dengan masa oviposisi 10-23 hari. Telur menetas dalam tempo tiga hari setelah diletakkan pada suhu 22,5oC dan dalam tempo sembilan hari pada suhu 17oC.
Imago betina H. armigera meletakkan telur pada pucuk tanaman dan apabila tongkol sudah mulai keluar maka telur diletakkan pada rambut jagung. Imago betina mampu bertelur rata-rata 730 butir dengan masa oviposisi 10-23 hari. Telur menetas dalam tempo tiga hari setelah diletakkan pada suhu 22,5oC dan dalam tempo sembilan hari pada suhu 17oC.
Larva terdiri atas 5-7 instar, tetapi umumnya enam instar dengan pergantian kulit (moulting) setiap instar 2-4 hari. Periode perkembangan larva sangat bergantung pada suhu dan kualitas makanannya.
Khususnya pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24-27,2oC adalah 12,8-21,3 hari. Larva serangga ini bersifat kanibalisme sehingga 284 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan merupakan salah satu faktor yang menekan perkembangan populasinya.
Spesies ini mengalami masa prapupa selama 1-4 hari. Selama periode ini,
larva menjadi pendek dan lebih seragam warnanya dan kemudian berganti
kulit menjadi pupa. Masa prapupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah
dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah. Pada umumnya pupa
terbentuk pada kedalaman 2,5-17,5 cm. Serangga ini kadang-kadang berpupa
pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotorannya yang
terdapat pada tanaman.
Pada kondisi yang tidak memungkinkan seperti panjang hari 11-14 jam/ hari dan suhu yang rendah (15-23oC), H. armigera mengalami diapauses atau sering disebut diapause pupa fakultatif. Diapause pupa dapat berlangsung beberapa bulan bahkan dapat lebih dari satu tahun. Pada kondisi lingkungan yang mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35oC sampai 30 hari pada suhu 15oC.
Gejala Serangan
Imago betina akan meletakkan telur pada silk jagung dan sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk ke dalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan (Gambar 9). Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.
Pengendalian Hayati
Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Trichogramma spp. yangmerupakan parasitoid telur, di mana tingkat parasitasi pada hampir semua tanaman inang H. armigera sangat bervariasi dengan angka maksimum 49% (Mustea 1999). Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) juga merupakan parasitoid pada larva muda. Dalam kondisi kelembaban yang cukup, larva juga dapat diinfeksi oleh M.anisopliae.
Agen pengendali lain yang juga berpotensi untuk mengendalikan serangga ini adalah bakteri B. bassiana dan virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV).
Kultur Teknis Pengolahan tanah secara sempurna akan merusak pupa yang terbentuk
dalam tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
Kimiawi
Agak sulit mencegah kerusakan oleh serangga ini karena larva segera masuk ke tongkol sesudah menetas. Untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, penyemprotan harus dilakukan setelah terbentuknya silk dan diteruskan (1-2 hari) hingga jambul berwarna coklat. Untuk itu dibutuhkan biaya yang cukup cukup mahal .
Sumber :
Deptan RI
Penulis: Yulia TS
Pengendalian Hama " TIKUS " Pada Tanaman Jagung
Tanaman jagung yang diserang tikus biasanya ditanam
pada lahan sawah setelah padi. Tikus tersebut adalah dari spesies
Rattus argentiventer.
Tikus memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang setiap aktivitas kehidupan nya. Di antara kelima organ inderanya, hanya penglihatan yang kurang baik, namun kekurangan ini ditutupi oleh indera lainnya yang berfungsi dengan baik.
Tikus memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang setiap aktivitas kehidupan nya. Di antara kelima organ inderanya, hanya penglihatan yang kurang baik, namun kekurangan ini ditutupi oleh indera lainnya yang berfungsi dengan baik.
Tikus mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap cahaya. Meski indera penglihat annya kurang berfungsi, tikus mampu mengenali benda di depannya pada jarak 10 m.
Indera penciuman tikus berfungsi dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala dan mengendus pada saat mencium bau pakan, tikus lain, dan musuhnya.
Indera pendengarannya juga berfungsi dengan sempurna karena mampu mendengar suara pada frekwensi audibel (40 kHz), dan frekwensi ultrasonik (100 kHz).
Dengan indera perasa, tikus mampu mendeteksi zat yang pahit, beracun, atau tidak enak. Bulu-bulu pendek dan panjang yang tumbuh di antara rambut pada bagian tepi tubuhnya dimanfaatkan sebagai indera peraba untuk membantu pergerakan di tengah kegelapan (Rochman 1992).
Selain indera tersebut, tikus juga mempunyai beberapa kemampuan lain yaitu kemam puan menggali, memanjat, meloncat, mengerat, berenang, dan menyelam.
Tikus mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor, antara lain: matang seksual cepat (2-3 bulan), masa bunting singkat (21-23 hari), timbulnya birahi cepat (24-48 jam setelah melamelahirkan), melahirkan sepanjang tahun tanpa mengenal musim, dan melahirkan keturunan dalam jumlah banyak (3-12 ekor dengan rata-rata enam ekor per kelahiran).
Tikus termasuk pemakan menyukai hampir semua makanan yang dimakan manu sia. Dalam kondisi cukup makanan, tikus beraktivitas sejauh rata-rata 30 m dan tidak pernah lebih dari 200 m. Jika kondisi tidak menguntungkan, jarak tempuh tikus dapat mencapai 700 m atau lebih.
Populasi tikus dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap dinamika populasi tikus adalah air dan sarang, sementara faktor biotik adalah tanaman dan hewan kecil sebagai sumber pakan, patogen, predator, tikus lain sebagai pesaing, dan manusia.
Gejala Serangan
Tikus biasanya menyerang tanaman jagung pada fase generatif atau fase pengi sian tongkol. Tongkol yang sedang matang susu dimakan oleh tikus sehin gga tongkol me njadi rusak. Umumnya tikus makan biji pada tongkol mulai dari ujung tongkol sampai pertengahan tongkol.
PengendalianHayati
Tikus dapat dikendalikan dengan memanfaatkan predator berupa kucing, Anjing, ular, burung elang, dan burung hantu. Penggunaan patogen sebagai agen pengendali tidak dianjurkan karena berdampak negatif terhadap manusia.
Sanitasi
Pembersihan dan penyempitan pematang atau tanggul dapat dilakukan untuk memba tasi tikus membuat sarang. Untuk itu pematang atau tanggul dibuat dengan lebar ku rang dari 40 cm.
Mekanik
Pemagaran pertanaman dengan plastik, pemasangan bubu perangkap, atau gropyokan merupakan tindakan pengendalian mekanik yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi populasi tikus. Penggunaan bambu berukuran 2 m yang pada salah satu bubunya dilu bangi, kemudian diletakkan di pinggir pematang saat ter bentuknya tongkol sampai pa nen, dapat menipu tikus yang diduga sebagai lobang alamiah. Tikus yang terperangkap kemudian terus dibunuh .Pengusiran tikus dapat pula dilakukan dengan bunyi bunyian namun bersifat sementara karena setelah itu tikus akan kembali lagi ke pertanaman.
Kimiawi
Rodentisida yang biasa digunakan untuk mengendalikan tikus umpan beracun. RMB yang banyak dipasarkan adalah Klerat, Storm, dan Ramortal. Emposan dengan menggunakan bahan fumigasi efektif menurunkan populasi tikus. Jenis bahan fumigasi yang biasa dipakai adalah hydrogen sianida, karbon monoksida, hidrogen fosfida, karbon dioksida, sulfur dioksida, dan metal bromida.
Sumber :
Deptan Republik Indonesia
Penulis: Yulia TS
Parasitoid Trichrogramma evanescens untuk Mengendalikan Hama Penggerak Jagung
Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) merupakan hama
penting tanaman jagung di Filipina, Cina, Tailand, Kamboja India,
Malaysia, Vietnam, Korea, Jepang, dan Papua Nugini. Kehilangan
hasil dapat mencapai 80% apabila tidak dikendalikan. Pengendalian
penggerek jagung selama ini banyak menggunakan pestisida karena
praktis. Penggunaan bahan kimia menimbulkan efek negatif
terhadap lingkungan termasuk musuh alami dari serangga yang
bersangkutan dan harganya relatif mahal. Penggunaan pestisida akan
meracuni kelangsungan ekosistem dan kelangsungan kehidupan manusia.
Karena itu, muncul konsep pengelolaan hama terpadu (PHT), yang
salah satu komponen pentingnya adalah pemanfaatan musuh alami,
termasuk parasitoid telur Trichrogramma spp.
Salah satu pengendalian yang potensial adalah parasitoid
Trichrogramma evanescens Westwood. Di Indonesia, T. evanescens
umumnya diperbanyak pada telur Corcyra cephalonica. Untuk
efisiensi penggunaan telur C. Cephalonica dan memperoleh
perkembangan populasi T. evanescens yang maksimal dalam pembiakan
masal, perbandingan antara sumber inokulum dan inang pengganti adalah
1 parasit 7 inang (telur C. Cephalonica). Tingkat
parasitasi T. evanescens pada telur O. furcanalis dapat mencapai
93%, dan setiap T. evanescens betina mampu memparasit
telur O. furcanalis hingga 54 butir dengan rata-rata 35 butir.
T. evanescens menyukai memparasit atau meletakkan telurnya pada
telur inang yang baru diletakkan.
Makanan tambahan berupa larutan gula 10% yang diberikan pada T.
evanescens dewasa dan suhu pembiakan yang rendah dapat
meningkatkan daya parasitasi, keperidian, dan memperpanjang masa hidup
serangga dewasa. Inang utama T. evanescens adalah telur O.
furcanalis, tetap juga dapat memparasit telur hama penggerek
tongkol jagung (Helicoverpa armigera). Tingkat parasitasi T.
evanescens pada H. armigera umur 1 hari dapat mencapai 92%.
Perbanyakan Parasitoid Trichrogramma evanescens
Trichrogramma spp. biasanya diperbanyak secara masal dengan telur inang pengganti, di antaranya C. Cephalonica atau dikenal sebagai ulat beras. Serangga ini mudah diperbanyak dengan bahan-bahan yang tersedia.
Trichrogramma spp. biasanya diperbanyak secara masal dengan telur inang pengganti, di antaranya C. Cephalonica atau dikenal sebagai ulat beras. Serangga ini mudah diperbanyak dengan bahan-bahan yang tersedia.
Suhu tempat pembiakan parasitoid sangat menentukan tingkat
parasitasi pada inang. Tingkat parasitasi parasitoid yang
dibiakkan pada suhu rendah (24 o C) cukup tinggi, baik yang
diberi maupun yang tidak diberi, masing-masing 51 dan 47 butir
inang. Parasitoid telur T. evanescens yang dibiakkan pada suhu
rendah (24 oC) lebih efektif memparasit inang dibandingkan pada
suhu tinggi (32 oC). Suhu pembiakan mempengaruhi
beberapa sifat Trichrogramma spp termasuk keperidian, lama
hidup, dan ukuran. Trichrogramma spp adalah serangga yang
poikitelotherm, kehidupannya sangat bergantung pada suhu dan
lingkungan setempat.
Deptan RI
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Pengendalian Hama " PENGGEREK BATANG MERAH JAMBU " Pada Tanaman Jagung
Salah satu hama yang suka menyerang jagung adalah
Hama Penggerek Batang Merah Jambu.Serangga ini merupakan hama tanaman
jagung, padi, dan tebu di AsiaTengga ra, Cina, dan Jepang. Di Indonesia
serangga ini dapat pula hidup pada rumput dan teki seperti Andropogon,
Eleusine, Panicum, Phraqmites, Saccharum, dan Scripus. Penggerek batang
merah jambu umumnya ditemukan di daerah dengan musim kemarau yang jelas
seperti Jawa Timur, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Hama ini memiliki tiga generasi per tahun jika berada pada daerah subtropis, sedang kan pada daerah tropis mempunyai enam generasi. Telur diletakkan secara berkelom- pok dalam barisan di pelapah daun biasanya 3-8 baris. Telur generasi pertama terdiri atas 75-100 butir. Rata-rata fekunditi betina adalah 250 telur. Seekor imago betina mampu meletakkan telur 300-400 butir. Imago betina meletakkan bebe -rapa generasi telur dalam beberapa minggu. Untuk generasi kedua, serangga betina akan meletakkan telur lebih banyak.
Pengendalian Hayati
Platytelemonus sp. telah tercatat sebagai parasitoid telur S. inferens di Sulawesi Selat an, sedangkan Braconidae dan Tetrastichus israeli merupakan parasitoid larva dan pupa. Larva juga dapat diinfeksi oleh cendawan B.bassiana dan nematoda Neoplectana carpocapsae (Kalshoven 1981).
Pola Tanam
Penanaman serempak dan pergiliran tanaman dengan bukan jagung, padi,dan tebu dapat mengurangi serangan hama ini.
Mekanik
Pengambilan langsung dengan tangan dapat dilakukan jika biaya tenaga kerja cukup murah. Dapat pula dilakukan roguing pada tanaman jagung yang batangnya telah terserang.
Kimiawi
Larva menyerang terutama pada batang sehingga aplikasi insektisida sebaiknya dilaku kan sebelum larva masuk ke dalam batang, yaitu setelah adanya kelompok telur di bagi an bawah daun pada saat menjelang berbunga. Insektisida yang dapat digunakan anta ra lain adalah yang berbahan aktif monokrotofos.
Sumber :
Deptan Republik Indonesia
Penulis: Yulia TS
Hama ini memiliki tiga generasi per tahun jika berada pada daerah subtropis, sedang kan pada daerah tropis mempunyai enam generasi. Telur diletakkan secara berkelom- pok dalam barisan di pelapah daun biasanya 3-8 baris. Telur generasi pertama terdiri atas 75-100 butir. Rata-rata fekunditi betina adalah 250 telur. Seekor imago betina mampu meletakkan telur 300-400 butir. Imago betina meletakkan bebe -rapa generasi telur dalam beberapa minggu. Untuk generasi kedua, serangga betina akan meletakkan telur lebih banyak.
Betina berkopulasi hanya sekali dengan
masa inkubasi 6-10 hari atau rata-rata 7-8 hari pada daerah tropis .
Larva terdiri atas enam atau tujuh instar dan adakalanya delapan instar
dengan stadium larva berkisar antara 28-56 hari atau rata-rata lima
minggu Gambar 7. Kelompok telur dalam barisan (a) dan larva S. inferens
di daerah tropik. Instar I adalah instar dengan masa perkembangan yang
lama, yaitu delapan hari dan instar II-V rata-rata 3-5 hari setiap
instarnya, sementara instar VI tujuh hari, dan instar VII rata-rata 13
hari
Larva berwarna merah jambu. Masa prapupa sekitar lima jam dan stadia pupa 8-11 hari
Larva berwarna merah jambu. Masa prapupa sekitar lima jam dan stadia pupa 8-11 hari
Proses keluarnya imago dari pupa berlangsung selama 25 menit. Sayap akan
tetap keli pat selama 10 menit dan kemudian membuka secara sempurna.
Imago akan terbang secara sempurna empat hari setelah keluar dari pupa.
Jarak terbang yang bisa ditem puh oleh seekor betina dan jantan
masing-masing lebih dari 32 dan 50 km. Proses kawin dan meletakkan telur
dapat terjadi 24 jam setelah keluar dari pupa.
Gejala Serangan
Gejala serangan mirip dengan gejala serangan penggerek batang O.furnacalis, teruta ma saat menyerang batang. Larva akan melubangi batang dan menggoroknya ke bagi an atas sehingga batang mudah patah.
Gejala serangan mirip dengan gejala serangan penggerek batang O.furnacalis, teruta ma saat menyerang batang. Larva akan melubangi batang dan menggoroknya ke bagi an atas sehingga batang mudah patah.
Pengendalian Hayati
Platytelemonus sp. telah tercatat sebagai parasitoid telur S. inferens di Sulawesi Selat an, sedangkan Braconidae dan Tetrastichus israeli merupakan parasitoid larva dan pupa. Larva juga dapat diinfeksi oleh cendawan B.bassiana dan nematoda Neoplectana carpocapsae (Kalshoven 1981).
Pola Tanam
Penanaman serempak dan pergiliran tanaman dengan bukan jagung, padi,dan tebu dapat mengurangi serangan hama ini.
Mekanik
Pengambilan langsung dengan tangan dapat dilakukan jika biaya tenaga kerja cukup murah. Dapat pula dilakukan roguing pada tanaman jagung yang batangnya telah terserang.
Kimiawi
Larva menyerang terutama pada batang sehingga aplikasi insektisida sebaiknya dilaku kan sebelum larva masuk ke dalam batang, yaitu setelah adanya kelompok telur di bagi an bawah daun pada saat menjelang berbunga. Insektisida yang dapat digunakan anta ra lain adalah yang berbahan aktif monokrotofos.
Sumber :
Deptan Republik Indonesia
Penulis: Yulia TS
Pengendalian Hama " PENGGEREK BATANG " Pada Tanaman Jagung
Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis, Pyralidae: Lepidoptera) merupakan hama utama jagung di Asia. Serangga
ini mempunyai lebih dari satu generasi dalam setahun karena didukung
oleh curah hujan yang memberikan pengaruh penting pada aktivitas ngengat
dan oviposisinya . Di lapang, imago mulai meletakkan telur pada tanaman
yang berumur dua minggu. Puncak peletakan telur terjadi pada stadia
pembentukan bungajantan sampai keluarnya bunga jantan. Serangga betina
lebih suka meletakkan telur di bawah permukaan daun, terutama pada daun
ke-5 sampai daun ke-9 (Jumlah telur yang diletakkan tiap kelompok
beragam (Gambar 1), berkisar antara 30-50 butir atau bahkanlebih dari 90
butir (Kalshoven 1981). Seekor ngengat betina mampu meletakkan telur
300-500 butir. Lama hidup erangga dewasa adalah 7-11hari (Lee et al.
1980). Di laboratorium, jumlah telur per kelompok beragam antara 1-200 butir (Ruhendi et al. 1985).
Stadium telur 3-4 hari (Lee et
al.1980).Instar I sesaat setelah menetas dari telur langsung menyebar
ke bagian tanaman lain. Pada fase pembentukan bunga jantan, larva instar
I-III akan memakan daun muda yang masih menggulung dan pada permukaan
daun yang terlindung dari daun yang telah membuka. Pada fase lanjut
tanaman jagung, sekitar 67-100% dari larva instar I dan II berada pada
bunga jantan(Nafus and Schreiner 1987). Larva instar III sebagian besar
berada padabunga jantan, meskipun sudah ada pada bagian tanaman lain.
Instar IV-VImulai melubangi bagian di atas buku dan masuk ke dalam
batang dan membor ke bagian atas. Dalam satu lubang dapat ditemukan
lebih dari satu larva. Gambar memperlihatkan larva instar I-VI. Pada
tongkol jagung juga sering ditemukan larva instar I-III dan makan pada
ujung tongkol dan jambul.
Instar berikutnya makan pada tongkol dan biji. Stadium larva adalah 17-30 hari.
Larva yang akan membentuk pupa membuat lubang keluar yang ditutup dengan
lapisan epeidermis. Stadium pupa adalah 6-9 hari (Gambar 3).Serangga
dewasa yang keluar dari pupa pada malam hari pukul 20.00- 22.00 akan
langsung kawin dan meletakkan telur pada malam yang sama hingga satu
minggu sesudahnya.
O. furnacalis ditemukan di Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Timur, dan Australia (Mutuura and Munroe 1970). Di Indonesia, serangga ini menyebar luas di Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatera (Waterhouse 1993).
O. furnacalis ditemukan di Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Timur, dan Australia (Mutuura and Munroe 1970). Di Indonesia, serangga ini menyebar luas di Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatera (Waterhouse 1993).
Spesies ini selain menyerang jagung dan dapat pula menyerang tanaman
lain seperti sorgum, kedelai, mangga, okra, tomat, tembakau, lada,
tebu,kapas, jahe, dan rumput-rumputan (PGCPP 1987).
Gejala Serangan
Larva O. furnacalis menyerang semua bagian tanaman jagung. Kehilangan hasil terbesar dapat terjadi saat serangan tinggi pada fase reproduktif (Kalshoven 1981). Serangga ini mempunyai ciri khas serangan pada setiap bagian tanaman jagung, yaitu berupa lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tasselyang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak, dan rusaknya tongko jagung.
Gejala Serangan
Larva O. furnacalis menyerang semua bagian tanaman jagung. Kehilangan hasil terbesar dapat terjadi saat serangan tinggi pada fase reproduktif (Kalshoven 1981). Serangga ini mempunyai ciri khas serangan pada setiap bagian tanaman jagung, yaitu berupa lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tasselyang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak, dan rusaknya tongko jagung.
PengendalianHayati
Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid, cendawan, predator, bakteri, dan nema toda mampu menekan serangan . Parasitoid telur yang dapat menekan infestasi sera ngga ini adalah Trichogramma spp. T.evanescens efektif memarasit telur O. furnacalis di laboratorium dengan persentase parasitasi mencapai 97,68% melaporkan bahwa parasitasi parasitoid telur penggerek batang di daerah-daerah sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan berkisar antara71,56-89,80%.
Cendawan yang berperan sebagai entomopatogenik adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Pada pengujian laboratorium,mortalitas larva instar II dari O. furnacalis yang diinokulasi cendawan B.bassiana dengan konsentrasi 5 x 107 onidia/ml mencapai 62,5%, instar III 55%, instar IV 57%, dan instar V 55%. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan ini cukup efektif mengendalikan penggerek batang jagung.
Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid, cendawan, predator, bakteri, dan nema toda mampu menekan serangan . Parasitoid telur yang dapat menekan infestasi sera ngga ini adalah Trichogramma spp. T.evanescens efektif memarasit telur O. furnacalis di laboratorium dengan persentase parasitasi mencapai 97,68% melaporkan bahwa parasitasi parasitoid telur penggerek batang di daerah-daerah sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan berkisar antara71,56-89,80%.
Cendawan yang berperan sebagai entomopatogenik adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Pada pengujian laboratorium,mortalitas larva instar II dari O. furnacalis yang diinokulasi cendawan B.bassiana dengan konsentrasi 5 x 107 onidia/ml mencapai 62,5%, instar III 55%, instar IV 57%, dan instar V 55%. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan ini cukup efektif mengendalikan penggerek batang jagung.
Pengujian dilapang
menunjukkan bahwa cendawan M. anisopliae mampu mengendalikan Peng gerek
batang yang terindikasi dari rendahnya kerusakan daun
(13,3%) dan bunga jantan (5,3%) dibanding kontrol dengan kerusakan daun dan bunga jantan masing-masing mencapai 24,3% dan 27,0% pada 6 MST. Predator yang biasa memangsa hama penggerek batang jagung adalah Micraspis sp. dan Cecopet Euborellia annulata). (Laba-laba dari famili Argiopidae, Oxyopidae, dan Theriidae dan semut Solenopsis germinate memangsa larva muda hama penggerek .Bakteri yang digunakan untuk mengendalikan spesies ini adalah Bacillus thuringiensis subspecies Kurstaki. Nematoda dari famili Steinernematidae juga efektif mengendalikan O. furna calis (Ching et al. 1998).
(13,3%) dan bunga jantan (5,3%) dibanding kontrol dengan kerusakan daun dan bunga jantan masing-masing mencapai 24,3% dan 27,0% pada 6 MST. Predator yang biasa memangsa hama penggerek batang jagung adalah Micraspis sp. dan Cecopet Euborellia annulata). (Laba-laba dari famili Argiopidae, Oxyopidae, dan Theriidae dan semut Solenopsis germinate memangsa larva muda hama penggerek .Bakteri yang digunakan untuk mengendalikan spesies ini adalah Bacillus thuringiensis subspecies Kurstaki. Nematoda dari famili Steinernematidae juga efektif mengendalikan O. furna calis (Ching et al. 1998).
Kultur Teknis/Pola Tanam
Serangan penggerek batang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Waktu tanam yang baik untuk menghindari serangan penggerek batang adalah pada awal musim hujan, dan paling lambat empat minggu sejak mulai musim hujan.
Kultur teknis berupa tumpangsari jagung dengan kedelai atau kacang tanah akan mengurangi tingkat serangan (Hasse and Litsinger 1980). Hasil penelitian Nafus dan Schreiner, (1987) menunjukkan bahwa 40-70% larva berada pada bunga jantan, sehingga pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris) dapat menekan serangan penggerek batang.
Serangan penggerek batang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Waktu tanam yang baik untuk menghindari serangan penggerek batang adalah pada awal musim hujan, dan paling lambat empat minggu sejak mulai musim hujan.
Kultur teknis berupa tumpangsari jagung dengan kedelai atau kacang tanah akan mengurangi tingkat serangan (Hasse and Litsinger 1980). Hasil penelitian Nafus dan Schreiner, (1987) menunjukkan bahwa 40-70% larva berada pada bunga jantan, sehingga pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris) dapat menekan serangan penggerek batang.
Kimiawi
Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos, dikhlorofos, dan karbofuran efektif menekan serangan penggerek batang jagung .
Aplikasi insektisida dianjurkan apabila telah ditemukan satu kelompok telur per 30 tanaman.Insektisida cair atau semprotan hanya efektif pada fase telur dan larva instrar I-III, sebelum larva masuk ke dalam batang. Pengendalian dengan insektisida granul yang bersifat sistemik yang diaplikasikan melalui pucuk daun atau akar dapat mengen dalikan penggerek batang pada semua stadium.
Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos, dikhlorofos, dan karbofuran efektif menekan serangan penggerek batang jagung .
Aplikasi insektisida dianjurkan apabila telah ditemukan satu kelompok telur per 30 tanaman.Insektisida cair atau semprotan hanya efektif pada fase telur dan larva instrar I-III, sebelum larva masuk ke dalam batang. Pengendalian dengan insektisida granul yang bersifat sistemik yang diaplikasikan melalui pucuk daun atau akar dapat mengen dalikan penggerek batang pada semua stadium.
Sumber :
Deptan Republik Indonesia
Penulis: Yulia TS
Pengendalian Hama " BELALANG " Pada Tanaman Jagung
Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam peningkatan produksi
jagung adalah organisme pengganggu tanaman (OPT). Menurut Subandi et
al.1988. OPT dimaksud, salah satunya adalah , Hama Belalang (Locusta
migratoria)
Belalang betina mampu menghasilkan telur sekitar 270 butir. Telur berwarnakeputih-putihan dan berbentuk buah pisang, tersusun rapi sekitar 10 cm di bawah permukaan tanah. Menurut BPOPT (2000), telur akan menetas setelah 17 hari.
Belalang betina mampu menghasilkan telur sekitar 270 butir. Telur berwarnakeputih-putihan dan berbentuk buah pisang, tersusun rapi sekitar 10 cm di bawah permukaan tanah. Menurut BPOPT (2000), telur akan menetas setelah 17 hari.
Imago betina yang berwarna coklat kekuningan siap meletakkan telur
setelah 5-20 hari, tergantung temperatur. Seekor betina mampu
menghasilkan 6-7 kantong telur dalam ta nah dengan jumlah telur 40 butir
per kantong. Imago betina hanya membutuhkan satu ka li kawin untuk
meletakkan telur-telurnya dalam kantong-kantong tersebut. Imago jant
anyang berwarna kuning mengkilap berkembang lebih cepat dibandingkan
dengan betina. Lama hidup dewasa adalah 11 hari.
Siklus hidup rata-rata 76 hari, sehingga dalam setahun dapat menghasilkan 4-5 genera si di daerah tropis, terutama Asia Tenggara. Di daerah subtropis, serangga ini hanya menghasilkan satu generasi per tahun. Belalang kembara mengalami tiga fase pertum buhan populasi yaitu fase soliter, fase transien, dan fase gregaria. Pada fase soliter, belalang hidup sendiri-sendiri dan tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman. Pada fase gregaria,belalang kembara hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar,
berpindah-pindah tempat dan merusak tanaman secara besar-besaran.
Perubahan fase dari soliter ke gregaria dan dari gregaria kembali ke
soliter dipengaruhi oleh iklim, melalui fase yang disebut
transien.Perubahan fase soliter ke gregaria dimulai pada awal musim
hujan setelah melewati musim kemarau yang cukup kering (di bawah
normal). Pada saat itu, biasanya terjadi peningkatan populasi belalang
soliter yang berdatangan dari berbagai lokasi ke suatu lokasi yang
secara ekologis sesuai untuk berkembang Lokasi tersebut biasanya berupa
lahan yang terbuka atau banyak ditumbuhi rumput, tanah gembur berpasir,
dan dekat sumber air (sungai, danau, rawa) sehingga kondisi tanah cukup
lembab. Setelah berlangsung 3-4 generasi, apabila kondisi lingkungan
memungkinkan, fase soliter akan berkembang menjadi fase gregaria,
melalui fase transien. Lokasi ini dikenal sebagai lokasi pembiakan awal.
Perubahan fase gregaria kembali ke fase soliter biasanya terjadi apabila
keadaan ling kungan tidak menguntungkan bagi kehidupan belalang,
terutama karena pengaruh cu rah hujan, tekanan musuh alami dan atau
tindakan pengendalian oleh manusia. Perubahan ini juga melalui fase
transien.
Belalang kembara pada fase gregaria aktif terbang pada siang hari
berkumpul dalam kelompok-kelompok besar. Pada senja hari, kelompok
belalang hinggap pada suatu lokasi, biasanya untuk bertelur pada
lahanlahan kosong, berpasir, makan tanaman yang dihinggapi, dan kawin.
Pada pagi hari, kelompok belalang terbang untuk berputar-putar atau
pindah lokasi. Pertanaman yang dihinggapi pada malam hari biasanya
dimakan sampai habis. Kelompok besar nimfa (belalang muda) biasanya
berpindah tem pat dengan berjalan secara berkelompok. Sepanjang
perjalanannya jugamemakan tanaman yang dilewati. Tanaman yang paling
disukai belalang kembara adalah kelompok Graminae yaitu padi, jagung,
sorgum, tebu, alang-alang, gelagah, dan ber bagai jenis rumput. Selain
itu, belalang juga menyukai daun kelapa, bambu, kacang tanah, petsai,
sawi, dan kubis daun. Tanaman yang tidak disukai antara lain adalah
kacang hijau, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, tomat, ubi jalar, dan
kapas.
Gejala Serangan
Gejala serangan belalang tidak spesifik, bergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi. Daun biasanya bagian pertama yang diserang.
Hampir keseluruhan daun habis termasuk tulang daun, jika serangannya parah.Spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jikapopulasinya sangat tinggi de ngan sumber makanan terbatas
Gejala serangan belalang tidak spesifik, bergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi. Daun biasanya bagian pertama yang diserang.
Hampir keseluruhan daun habis termasuk tulang daun, jika serangannya parah.Spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jikapopulasinya sangat tinggi de ngan sumber makanan terbatas
Pengendalian Hayati
Agens hayati M. anisopliae var. acridium, B. bassiana, Enthomophaga sp.dan Nosuma locustae di beberapa negara terbukti dapat digunakan padasaat populasi belum meningkat.
Agens hayati M. anisopliae var. acridium, B. bassiana, Enthomophaga sp.dan Nosuma locustae di beberapa negara terbukti dapat digunakan padasaat populasi belum meningkat.
Pola Tanam
Di daerah pengembangan tanaman pangan yang menjadi ancaman hama belalang kembara perlu dipertimbangkan pola tanam dengan tanaman alternatif yang tidak atau kurang disukai belalang dengan sistem tumpang sari atau diversifikasi.Pada areal yang sudah terserang belalang dan musim tanam belum terlambat, diupayakan segera pena naman kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang seperti, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, tomat, atau tanaman yang kurang disukai belalang seperti kacang tanah, petsai, kubis, dan sawi.
Di daerah pengembangan tanaman pangan yang menjadi ancaman hama belalang kembara perlu dipertimbangkan pola tanam dengan tanaman alternatif yang tidak atau kurang disukai belalang dengan sistem tumpang sari atau diversifikasi.Pada areal yang sudah terserang belalang dan musim tanam belum terlambat, diupayakan segera pena naman kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang seperti, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, tomat, atau tanaman yang kurang disukai belalang seperti kacang tanah, petsai, kubis, dan sawi.
Mekanis
Melakukan gerakan masal sesuai stadia populasi:Stadia telur. Untuk mengetahui lokasi telur maka dilakukan pemantauan lokasi dan waktu hinggap kelompok belalang dewasa secara intensif. Pada areal atau lokasi bekas serangan yang diketahui terdapat populasi telur,
dilakukan pengumpulan kelompok telur melalui pengolahan tanah sedalam 10 cm, kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahan segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang.
Stadia nimfa. Setelah dua minggu sejak hinggapnya kelompok belalang kembara mulai dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan adanya nimfa. Nimfa dikendalikan dengan cara memukul, menjaring, membakar atau menggunakan perangkap lainnya. Menghalau nimfa ke suatu tempat yang sudah disiapkan di tempat terbuka untuk kemudian dimatikan. Nimfa yang sudah ada di tempat terbuka apabila memungkinkan juga dapat dilakukan pembakaran namun harus hati-hati agar api tidak merembet ke tempat lain. Pengendalian nimfa berperan penting dalam menekan perkembangan belalang.
Melakukan gerakan masal sesuai stadia populasi:Stadia telur. Untuk mengetahui lokasi telur maka dilakukan pemantauan lokasi dan waktu hinggap kelompok belalang dewasa secara intensif. Pada areal atau lokasi bekas serangan yang diketahui terdapat populasi telur,
dilakukan pengumpulan kelompok telur melalui pengolahan tanah sedalam 10 cm, kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahan segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang.
Stadia nimfa. Setelah dua minggu sejak hinggapnya kelompok belalang kembara mulai dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan adanya nimfa. Nimfa dikendalikan dengan cara memukul, menjaring, membakar atau menggunakan perangkap lainnya. Menghalau nimfa ke suatu tempat yang sudah disiapkan di tempat terbuka untuk kemudian dimatikan. Nimfa yang sudah ada di tempat terbuka apabila memungkinkan juga dapat dilakukan pembakaran namun harus hati-hati agar api tidak merembet ke tempat lain. Pengendalian nimfa berperan penting dalam menekan perkembangan belalang.
Kimiawi
Dalam keadaan populasi tinggi, perlu segera diupayakan penurunan populasi. Apabila cara-cara lain sudah ditempuh tetapi populasi masih tetap tinggi maka insektisida yang efektif dan diijinkan dapat diaplikasikan.
Jenis insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan belalang adalah jenis yang berbahan aktif organofosfat seperti fenitrothion.
Dalam keadaan populasi tinggi, perlu segera diupayakan penurunan populasi. Apabila cara-cara lain sudah ditempuh tetapi populasi masih tetap tinggi maka insektisida yang efektif dan diijinkan dapat diaplikasikan.
Jenis insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan belalang adalah jenis yang berbahan aktif organofosfat seperti fenitrothion.
Sumber :
Deptan RI
Penulis : Yulia Tri Sedyowati.
Hama " KUTU DAUN " Pada Tanaman Jagung dan Pengendaliannya
Salah satu hama yang menyerang tanamanan jagung adalah Kutu
Daun (Aphis maidis).
Kutu daun membentuk koloni yang besar
pada daun. Betina berproduksi secara partenoge nesis (tanpa kawin).
Umumnya, stadia nimfa terdiri atas empat instar (Kring 1985). Stadium
nimfa terjadi selama 16 hari pada suhu 15oC, sembilan hari pada suhu
20oC, dan lima hari pada suhu 30oC.
Seekor betina yang tidak bersayap mampu melahirkan rata-rata 68,2 ekor nimfa, sementara betina bersayap melahirkan 49 nimfa (Adam and Drew 1964). Lama hidup imago adalah 4-12 hari (Ganguli and Raychaudhuri 1980). Ketiadaan fase telur di luar tubuh A. maidis betina karena proses inkubasi dan penetasan terjadi dalam alat re produksi betina dan diduga telur tidak mampu bertahan pada semua kondisi lingkung an.
Serangga ini lebih menyukai suhu yang hangat. Mau dan Kessing (1992) melaporkan bahwa imago lebih aktif di lapangan pada suhu 17o dan 27oC.
Gejala Serangan
A. maidis dalam kelompok yang besar mengisap cairan daun dan batang, akibatnya warna dan bentuk daun tidak normal yang pada akhirnya tanaman mengering Kutu da un ini menghasilkan honeydew yang dikeluarkan melalui sersinya, sehingga memben tuk embun jelaga berwarna hitam yang menutupi daun sehingga menghalangi proses fotosintesis.
Pengendalian Hayati
A. maidis dan Lysiphlebus mirzai (Famili: Braconidae) diketahui berpotensi sebagai parasitoid hama ini (Mau and Kessing 1992, Tripathi and Singh 1995). Coccinella sp. dan Micraspis sp. juga dapat dimanfaatkan sebagai predator.
Kultur Teknis
Trujillo and Altieri (1990) menyarankan penanaman jagung secara polikultur karena akan meningkatkan predasi dari predator kutu daun dibandingkan dengan penanaman secara monokultur.
Kimiawi
Kutu daun mudah dikendalikan dengan menggunakan insektisida kontak atau sistemik. Insektisida granular sering dipakai untuk mengendalikan hama ini pada tanaman sereali a. Insektisida seperti malathion lebih disenangi karena lebih sedikit pengaruhnya terha dap populasi musuh alami .
Selain itu, dimethoate dan methyl dimeton juga efektif untuk mengendalikan A. maidis pada jagung.
Sumber :
Deptan Republik Indonesia
Penulis: Yulia TS
Hama " LALAT BIBIT " Pada Tanaman Jagung dan Pengendaliannya
Pemerintah telah mencanangkan swasembada tiga komoditas pangan yang
diharapkan dapat terwujud hingga tahun 2015. Ketiga komoditas tersebut
adalah padi, jagung, dan kedelai. Khusus untuk jagung, swasembada telah
dapat dicapai dan wajib dipertahankan. Target produksi yang diharapkan
adakalanya tidak dapat dicapai karena adanya berbagai kendala. Swastika
et al. (2004) melaporkan bahwa kendala yang sering dihadapi dalam
peningkatan produksi jagung adalah (1) social ekonomi yang mencakup
mahalnya input (benih dan pupuk), rendahnya harga output (hasil),
infrastruktur yang sedikit dan rendahnya daya beli; (2) rendahnya adopsi
teknologi dan lemahnya sistem pemasaran yang terindikasi dari sulitnya
mendapatkan kredit dan pasar; (3) rendahnya kesuburan tanah, sekitar 89%
tanaman jagung di Indonesia diusahakan di lahan kering dengan tingkat
kesuburan yang rendah; dan (4) kendala abiotik dan biotik.
Kendala abiotik disebabkan oleh rendahnya ketersediaan hara di tanah, sementara kendala biotik meliputi gangguan yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) yang terdiri atas gulma, hama, dan penyakit (Subandi et al. 1988). Salah satu hama jagung yang menyerang adalah Lalat bibit (Atherigona sp.) hanya ditemukan di Jawa dan Sumatera dan dapat merusak pertanaman hingga 80% atau bahkan 100%. Tanaman yang terserang ringan dapat pulih kembali, tetapi pertumbuhan pada fase generatif terhambat dan hasil berkurang. Serangga ini menyerang titik tumbuh jagung muda yang berumur 2-5 hari, sehingga mengakibatkan kematian tanaman .
Atherigona sp. biasanya meletakkan telur pada pagi hari atau malam hari. Telur-telur tersebut diletakkan secara tunggal di bawah daun, axil daun, atau batang dekat permu kaan tanah. Telur menetas pada malam hari minimal 33 jam atau maksimal empat hari setelah telur diletakkan. Telur spesies ini berwarna putih dengan panjang 1,25 mm dan lebar 0,35 mm dan warnanya berubah menjadi gelap sebelum menetas .
Larva terdiri atas tiga instar dengan stadia larva 6-18 hari .
Larva spesies ini terdiri atas 12 ruas (satu ruas kepala, tiga ruas thorax, dan delapan ruas abdomen). Panjang larva mencapai 9 mm, berwarna putih krem pada awalnya dan selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap.
Pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah. Imago keluar dari pupa setelah 5-12 hari pada pagi atau sore hari. Puparium berwarna coklat kemerahan sampai coklat dengan panjang 4,1 mm. Segmentasi tidak dapat dibedakan.
Imago akan terbang satu jam setelah keluar dari pupa (Gambar 11c). Kopulasi tidak terjadi pada beberapa hari setelah muncul dari pupa.
Serangga dewasa sangat aktif terbang dan sangat tertarik pada kecambah atau anaman yang baru tumbuh. Imago berukuran kecil dengan panjang 2,5-4,5 mm, caput agak lebar dengan antena panjang, thorax berambut, abdomen berwarna kuning dengan spot hitam pada bagian dorsal.
Imago betina mulai meletakkan telur 3-5 hari setelah kawin dengan jumlah telur 7-22 butir atau bahkan dapat mencapai 70 butir. Imago betina meletakkan telur selama 3-7 hari.
Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara 5-23 hari, masa hidup betina dua kali lebih lama daripada jantan. Siklus hidup telur hingga menjadi dewasa adalah 21-28 hari.
Sumber :
BPK Deptan Republik Indonesia
Penulis: Yulia TS
Periode Musim Tanam dan Musim Panen Jagung
Sekitar 57% produksi jagung di Indonesia dihasilkan oleh pertanaman jagung pada MH, 24%
pada MK I, dan 19% pada MK II.
Pada MH, jagung umumnya diusahakan pada lahan kering/tegalan,sedangkan pada MK pada sawah tadah hujan dan sawah irigasi.
Lahan Sawah Irigasi ---> ditanam pada musim kemarau (bagan 1)
Sawah Tadah Hujan ---> ditanam pada akhir musim hujan dan awal musim kemarau (bagan2)
Lahan Kering/ Tegalan ---> ditanam pada awal musim hujan dan akhir musim hujan
(bagan 3)
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan
panen.
Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat dibedakan dalam 4 tingkat: : masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak mati.
Struktur Pengusahaan Jagung
Pengusahaan jagung di Indonesia dikelompokkan mulai dari level hulu, on farm dan hilir.
Pengusahaan di level hulu adalah pengusahaan budidaya jagung untuk menghasilkan benih. Industri benih banyak dilakukan oleh perusahaan - perusahaan nasional, perusahaan multi nasional dan juga oleh penangkar benih lokal.
Pengusahaan di level on farm adalah pengusahaan budidaya jagung untuk menghasilkan jagung sesuai kepentiangannya, biasa untuk keperluan pangan dan untuk bahan baku industri non-pangan. Budidaya penanaman jagung di level on farm banyak dilakukan oleh Petani dan sebagian oleh perusahaan nasional.
Pengusahaan di level hilir adalah pengusahaan pengolahan jagung untuk keperluan pangan dan non-pangan. Pengolahan jagung ini banyak dilakukan oleh industri pengolahan pangan/ pakan , industri pengolahan bahan - bahan kimia dan bio-fuel. Pengusahaan di level hilir juga menjadi komoditi yang diusahaakan oleh pedagang dalam pengolahan dan pemasaran komoditas jagung.
Dalam pelaksanaannya, pengusahaan jagung juga memerlukan dukungan dari industri pupuk, pestisida, dan peralatan/ mesin-mesin pertanian dan mesin-mesin industri.
Dalam hal distribusi atau perdagangan jagung juga dibutuhkan dukungan industri packaging dan transportasi.
Sentra Produksi Jagung Nasional di Indonesia
Peta Sentra Produksi Jagung
Daerah - daerah penghasil utama tanaman jagung di Indonesia adalah :
Jawa Timur ( 5.301.927ton )
Jawa Tengah ( 3.372.459 ton )
Jawa Barat ( 952.826 ton )
Sulawesi Selatan ( 1.592.202 ton )
Sulawesi Utara ( 435.401 ton )
Gorontalo ( 430.043 ton ),
Lampung ( 2.014.418 ton )
Sumatera Utara ( 1.230.750 ton )
.
Khusus di Daerah Jawa Timur, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untukpertumbuhan tanaman jagung.
Data Produksi Jagung Nasional Indonesi Tahun 2010
sumber :
Kementerian perdagangan Republik Indonesia
Standar Produksi Jagung Pipil Kering Dalam Perdagangan Umum
Standar Produksi
Dalam Perdagangan Jagung Pipil Kering
1. Ruang Lingkup
Standar produksi tanaman jagung meliputi: standar klasifikasi, syaratmutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomondasi.
2. Diskripsi
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI01- 03920-1995.
3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi
- jagung kuning (bila sekurang kurangnya 90% bijinya berwarna kuning)
- jagung putih (bila sekurangkurangnya bijinya berwarna putih) dan
- jagung campuran yang tidak memenuhi syarat syarat tersebut.
Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor HS dan SITC
berdasarkan penggunaannya yaitu jagung benih dan non benih.
4. Syarat Umum dan Syarat Khusus
4.1. Syarat Umum :
Bebas hama dan penyakit.
Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya.
Bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida.
Memiliki suhu normal.
4.2. Syarat Khusus:
Kadar air maksimum (%) :
mutu I=13; mutu II=14; mutu III=15; mutu IV=17.
Butir rusak maksimum (%) :
mutu I=2; mutu II=4; mutu III=6; mutu IV=8.
Butir warna lain maksimum (%) :
mutu I=1; mutu II=3; mutu III=7; mutu IV=10.
Butir pecah maksimum (%) :
mutu I=1; mutu II=2; mutu III=3; mutu IV=3.
Kotoran maksimum (%) :
mutu I=1; mutu II=1; mutu III=2; mutu IV=2.
Untuk mendapatkan standar mutu yang disyaratkan maka dilakukan beberapa pengujian diantaranya:
1. Penentuan adanya hama dan penyakit, baru dilakukan dengan cara organoleptik kecuali
adanya bahan kimia dengan menggunakan indera pengelihatan dan penciuman serta dibantu dengan peralatan dan cara yang diperbolehkan.
2. Penentuan adanya rusak, butir warna lain, kotoran dan butir pecah dilakukan dengan cara
manual dengan pinset dengan contoh uji 100 gram/sampel.
3. Persentase butir-butir warna lain, butir rusak, butir pecah, kotoran ditetapkan berdasarkan berat masing-masing komponen dibandingkan dengan berat contoh analisa x 100 %
4. Penentuan kadar air biji ditentukan dengan moisturetester electronic atau “Air Oven Methode” (ISO/r939-1969Eatau OACE 930.15).
5. Penentuan kadar aflatoxin adalah racun hasil metabolisme cendawan Aspergilus flavus, Aflatoxin disini adalah jumlah semua jenis aflatoxin yang terkandung dalam biji-biji jagung.
Kandungan Biji Jagung
Kandungan Gizi Jagung
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan
karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji.
Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah:
Kalori : 355 Kalori
Protein : 9,2 gr
Lemak : 3,9 gr
Karbohidrat : 73,7 gr
Kalsium : 10 mg
Fosfor : 256 mg
Ferrum : 2,4 mg
Vitamin A : 510 SI
Vitamin B1 : 0,38 mg
Air : 12 gr
Dan bagian yang dapat dimakan 90 %. Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai
kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih
banyak.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.